Jual-Beli Sistem Dropship dan Reseller Jual-Beli Online telah menjadi primadona sistem jual- beli di tengah perkembangan teknologi internet dewasa ini. Sistem jual-beli reseller, yaitu sistem jual beli yang dilakukan dengan jalan menjual kembali barang yang dikulak pedagang dari pedagang stok. Sebelum membahas tentang hukum reseller dalam Islam, mari Kita telaah dulu apa kelebihan menggunakan sistem reseller sebagai metode penjualan, antara lain:
1. Tidak butuh modal yang banyak karena
Anda tidak perlu membeli peralatan, menyiapkan tempat dan membayar karyawan
untuk melakukan kegiatan produksi.
2. Produk dari brand supplier
sudah lebih dulu dikenal dan dipercaya masyarakat sehingga lebih mudah
melakukan pemasaran untuk menarik perhatian konsumen.
3. Bisa mengatur kebutuhan stok produk
dilihat dari pilihan konsumen lebih condong ke produk yang mana, sehingga
produk tidak mengendap lama.
Pada sistem dropship, barang yang ditawarkan belum menjadi
milik makelar, dan belum mendapat izin pedagang aslinya, tapi dia sudah
menawarkan barang. Jual-beli sistem dropship model makelaran disepakati
mayoritas ulama sebagai haram, kecuali Mazhab Hanafi yang masih membolehkan,
asalkan ia mengetahui ciri-ciri umum dari barang. Pastikan juga foto produk
yang Anda pajang di online shop benar-benar hasil foto dari produk yang
Anda jual. Untuk jual-beli barang seperti ini termasuk jual beli ainun ghaibah,
yaitu jual-beli barang yang belum ada di tempat. Proses jual-beli dalam Hukum
Islam harus ada akad yang menyatakan ada keinginan pembeli untuk membeli produk
yang ditawarkan. Pangkal hukum yang memperlemah status kebolehan dropshipping
adalah masalah izin yang belum didapatkan dropshipper dari supplier.
Kondisi barang
yang dijual belum ada di tangan pedagang. Selaku orang yang diberi izin
menjualkan barang, maka dropshipping sistem masuk kategori bai’u ainin
ghaibah maushufatin bi al-yad, yaitu jual-beli barang yang belum ada di tempat
namun bisa diketahui sifat dan ciri khas barangnya dan diperbolehkan sebab
pemberian kuasa. Kalangan ulama Mazhab Syafi’i ada yang memandang hukumnya
sebagai boleh sebagaimana pendapat berikut ini:
“Maksud dari pernyataan Abi Syujja’ “belum pernah
disaksikan”, difahami sebagai “apabila barang yang dijual pernah disaksikan,
hanya saja saat akad dilaksanakan barang tersebut masih ghaib (tidak ada)”,
maka hukumnya adalah boleh.” (Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny,
Kifâyatu al-Akhyar fi hilli Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993:
1/240).
Namun kebolehan ini disertai dengan syarat mutlak yaitu
apabila contoh barang tersebut pernah disaksikan pembeli, mudah dikenali dan
tidak gampang berubah modelnya, sebagaimana pendapat ini tercermin dari
pernyataan berikut ini:
“Jika barang “‘ain ghaibah” adalah berupa barang yang umumnya
tidak mudah berubah, misalnya seperti wadah (tembikar) dan sejenisnya, atau
barang tersebut tidak mudah berubah oleh waktu ketika mulai dilihat (oleh yang
dipesani) dan dilanjutkan dengan membeli (oleh yang `memesan), maka akad (jual
beli ‘ain ghaibah) tersebut adalah sah disebabkan tercapainya pengetahuan
barang yang dimaksud.” (Lihat: Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny,
Kifâyatu al-Akhyar fi hilli Ghâyati al-Ikhtishâr, Surabaya: Al-Hidayah, 1993:
1/241).
Adapun akad jual-beli untuk dropshipping adalah akad salam, yaitu jual-beli dengan sistem pemesanan.
No comments:
Post a Comment